Tadi malam saya melakukan perjalanan dari Cirebon menuju Bogor seorang diri. Karena lelah, kurang lebih pukul sepuluh malam saya memutuskan untuk beristirahat di salah satu pom bensin di daerah Cikampek. Saya terbangun pukul dua dini hari dan kemudian mencari musholla untuk melakukan sholat tahajud. Seusai tahajud dan berdzikir, saya melepas lelah duduk-duduk di teras musholla. Musholla di pom bensin ini cukup besar-bersih-tertata apik dan didepannya ada sedikit taman yang juga terawat dengan baik. Agaknya musholla ini sengaja dibuat untuk dijadikan ladang amal bagi pemiliknya.
Sambil menikmati suasana dini hari, saya merenung dan teringat buku yang pernah saya baca yang berjudul "24 Jam Bersama Allah" karangan Taufik Jauhari yang dikata pengantari oleh Agus Mustofa yang buku-bukunya juga banyak saya baca. Agus Mustofa adalah seorang ahli agama sekaligus Ahli Nuklir dan kalau boleh saya bilang adalah juga ahli dalam bidang tasawuf modern. Dalam kata pengantar buku tersebut dan juga dalam buku-buku beliau yang lain, Agus Mustofa sangat pandai dalam menggambarkan tentang kebesaran Allah SWT. Seketika pikiran saya pun terhanyut, tanpa sengaja saya memperhatikan bunga "anak nakal" yang memagari taman di halaman musholla dari teras tempat saya duduk. Saya termangu-mangu melihat begitu banyaknya dedaunan bunga anak nakal tadi yang saya atau kita semua mengetahui bahwa pasti tak satupun dari dedaunan tadi yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Kemudian mata saya pun beralih ke pohon mangga yang tumbuh disisi pagar anak nakal tadi, keadaannya pun sama tak satu pun diantara banyak daun-daunnya memiliki bentuk dan ukuran daun yang sama. Hati saya pun tergetar, membayangkan betapa di luar sana ada banyak bahkan milyaran bunga-bunga "anak nakal", pohon-pohon "mangga" atau pohon-pohon lainnya yang ada di hamparan permukaan bumi. Dan merupakan satu kenyataan bahwa tak satu pun dari milyaran tanaman di permukaan bumi ini yang memiliki bentuk dan ukuran daun yang sama. Subhanallah, betapa sempurnanya Allah SWT dalam melukis beraneka dedaunan yang ada di permukaan bumi ini.
Kemudian mata saya tertuju pada sebuah pot bunga, dan sebagai seorang yang pernah menggeluti ilmu tanah, saya mengetahui dengan pasti bahwa pada media tumbuh-tanah yang ada dalam pot tadi pastilah banyak sekali jazad renik berukuran mikroskopik yang ada di dalamnya yang mampu merombak dedaunan yang luruh menjadi humus yang menyuburkan, belum lagi mungkin ada juga jenis-jenis cacing didalam pot tadi. Kekuatan apakah yang dapat mengatur kehidupan yang ada dalam suatu ekosistem meski hanya dalam sebuah pot bunga?
Lalu saya memandang ke diri saya-badan saya, sebesar apakah badan saya? Dibandingkan dengan musholla ini saja badan saya terasa kecil, belum lagi seandainya saya bandingkan dengan luasnya permukaan bumi, yang jarak antara Cirebon dan Bogor saja saya merasa lelah ketika berusaha mengukurnya? belum lagi kalau dibandingkan dengan jarak dari Bogor ke Palembang, atau jarak dari Bogor ke Canada atau ke Alaska? Saya pun memandang ke atas, ke arah bintang gemintang yang jaraknya dari bumi adalah jutaan tahun cahaya, Ya Allah...
Ukuran bumi yang sangat luas ini jika dibandingkan dengan matahari dalam susunan tata surya kita adalah sangat kecil, dan hanya sebesar noktah kecil jika dibandingkan dengan ukuran galaksi Bima Sakti yang meliputi tata surya kita. Ya Bumi kita hanyalah setitik debu jika dibandingkan dengan milyaran galaksi yang ada di alam semesta ini.
Jika ukuran bumi hanya sebesar debu, lalu sebesar apakah rumah, tanah, atau kendaraan yang kita miliki dan kita bangga-banggakan dibanding luasnya alam semesta ini? Lalu kenapa kesombongan dan kecongkakan kita bisa setinggi gunung? Pantaskah kita menyombongkan diri dihadapan yang Maha Pengatur, yang mengatur beredarnya planet-planet dan yang mengatur silih bergantinya siang dan malam?
Ya Allah....ampunilah hambaMu ini, jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang selalu mampu untuk bersyukur...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar